Pengamat Peringatkan Risiko Pemanfaatan Air dari Kolam Bekas Tambang di Kaltim

Redaksi

Pengamat Peringatkan Risiko Pemanfaatan Air dari Kolam Bekas Tambang di Kaltim benuanta

BenuantaMeski menjadi mitra Ibu Kota Nusantara (IKN), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) masih menghadapi ancaman krisis air bersih. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim saat ini berusaha memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat di Benua Etam, namun langkah yang diambil menuai kontroversi.

Salah satu upaya yang dilakukan Pemprov Kaltim adalah memanfaatkan kolam bekas tambang (void) sebagai sumber air bersih. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Desa Maloy, Kabupaten Kutai Timur, menjadi salah satu contoh nyata dari upaya ini. SPAM tersebut dirancang untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang, dengan memanfaatkan void PT Indominco sebagai bahan baku air minum.

Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim beberapa waktu lalu juga mengusulkan penggunaan void sebagai sumber air bagi pertanian. Namun, langkah ini mendapat tanggapan dari Pengamat Ekonomi Pembangunan dari Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi Purwoharsojo.

Purwadi menilai bahwa pemanfaatan air dari kolam bekas tambang sangat berbahaya, mengingat air yang bersumber dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil dari Sungai Mahakam saja masih dinyatakan tidak layak minum.

“Apalagi air dari kolam bekas galian batu bara. Hasil penelitian manapun menyebutkan ada zat kimia berbahaya. Asapnya saja berbahaya, ini airnya yang akan diminum masyarakat,” ujar Purwadi.

Ia mengingatkan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan ini karena menyangkut keselamatan nyawa manusia. Purwadi menegaskan pentingnya dilakukan uji coba dan penelitian mendalam sebelum memutuskan apakah air bekas tambang layak diolah menjadi air bersih yang aman untuk dikonsumsi.

Lebih lanjut, Purwadi mengkritik rencana pemerintah yang cenderung mengalihkan kebutuhan air dan listrik kepada pihak swasta. Menurutnya, hal ini berpotensi menimbulkan biaya yang sangat tinggi, yang pada akhirnya hanya dapat dinikmati oleh kalangan berduit, sementara masyarakat bawah masih harus bergantung pada air hujan.

“Negara tidak boleh merasa rugi untuk memberikan air bersih dengan harga murah kepada masyarakat. Tersedianya air bersih akan membawa efek domino yang positif, seperti pertumbuhan ekonomi dari usaha kecil seperti laundry atau bisnis makanan dan minuman yang layak,” jelas Purwadi.

Purwadi menutup pernyataannya dengan peringatan keras agar pemerintah tidak tergesa-gesa dalam mengklaim mampu menyediakan kebutuhan air bersih dengan biaya rendah tanpa mempertimbangkan dampak kesehatan.

“Manusia bukan bahan percobaan,” tegasnya.

Bagikan:

Baca Juga