Benuanta.id – Sejak era 1950-an, Kementerian Agama telah rutin mengadakan sidang isbat untuk menetapkan awal Ramadan, Syawwal, dan Zulhijjah. Sidang ini, yang menjadi tradisi penting bagi umat Islam di Indonesia, sering kali diumumkan oleh Menteri Agama dan menjadi momen yang dinanti oleh masyarakat.
Dalam perkembangan terkini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004. Fatwa ini menegaskan bahwa penetapan awal bulan-bulan Hijriyah harus dilakukan melalui metode rukyah dan hisab, yang diakui dan diterapkan secara nasional oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama.
Pentingnya Sidang Isbat di Indonesia: Sebuah Negara dengan Keragaman Mazhab
Adib, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam, menekankan pentingnya sidang isbat di Indonesia. “Sebagai negara yang bukan berbasis agama maupun sekuler, Indonesia memerlukan sidang isbat sebagai forum resmi untuk mengakomodasi berbagai metode dan standar yang digunakan oleh beragam organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam dalam menetapkan awal bulan Hijriyah,” ujar Adib.
Sidang isbat menjadi penting karena keragaman pandangan yang ada di antara Ormas Islam, yang sering kali berbeda satu sama lain karena perbedaan mazhab dan metode yang digunakan. “Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama untuk mengambil keputusan yang berlaku nasional,” tambah Adib.
Musyawarah Ulama dan Pakar dalam Sidang Isbat
Sidang isbat merupakan forum musyawarah yang melibatkan para ulama, pakar astronomi, dan ahli ilmu falak dari berbagai Ormas Islam, serta instansi terkait. Sidang ini juga dihadiri oleh Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, dan lainnya, yang bersama-sama menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah.
“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama untuk memberikan kekuatan hukum. Pemerintah berperan sebagai fasilitator dalam proses ini, bukan sebagai penentu,” jelas Adib.
Sidang Isbat: Praktik Demokrasi dalam Penetapan Awal Bulan Hijriyah
Menurut Adib, praktik sidang isbat tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara Arab juga melakukan proses serupa. Namun, Indonesia memiliki keunikan dalam mekanisme musyawarah yang melibatkan semua peserta sidang. “Ini menunjukkan nilai demokrasi yang kita anut, di mana keputusan diambil bersama oleh seluruh elemen yang terlibat,” tegas Adib.
“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” tandasnya.