Benuanta.id – Surat Keputusan (SK) Nomor 500.2.1/184/HK-KS/IV/2024 yang melarang penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran, Pertamini, dan usaha serupa tanpa izin resmi di Samarinda menuai pro dan kontra.
Di satu sisi, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan keselamatan masyarakat dengan menekan risiko kebakaran dan ledakan akibat penjualan dan penyimpanan BBM ilegal yang tidak memenuhi standar keamanan.
Di sisi lain, muncul kekhawatiran akan dampak ekonomi bagi para pedagang kecil dan masyarakat yang bergantung pada BBM eceran untuk kebutuhan sehari-hari.
Fuad Fakhruddin, Ketua Komisi II DPRD Samarinda, menegaskan bahwa regulasi ini bukan bertujuan untuk mematikan usaha kecil, melainkan untuk memastikan keamanan dan melindungi masyarakat.
“Dewan mendorong Pemkot untuk bertindak setelah melihat maraknya insiden kebakaran akibat BBM ilegal, dan SK ini merupakan langkah yang positif,” jelas Fuad.
SK tersebut mewajibkan semua usaha penjualan BBM eceran dan sejenisnya untuk memiliki izin niaga sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi dan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) 47892.
Fuad menekankan bahwa pemilik usaha tetap dapat melanjutkan operasional mereka asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
“SK ini menekankan pentingnya legalitas usaha,” ujar Fuad. Politikus Gerindra ini juga menjelaskan bahwa Pertamina memiliki standar distribusi BBM yang ketat melalui SPBU untuk menjamin kualitas dan keamanan produk bagi konsumen.
“Izin usaha menjadi syarat mutlak untuk berjualan BBM, dan Pertamina memiliki standar yang harus dipatuhi,” pungkasnya. (Tik/Ftr/Adv/DPRD Samarinda)