BENUANTA – Musyawarah Rencana Pembangunan atau Musrenbang seharusnya menjadi ruang bersama menyusun arah pembangunan daerah. Namun di Berau, usulan demi usulan masyarakat yang terus berulang dari tahun ke tahun justru menjadi alarm bahwa aspirasi belum benar-benar direspons.
Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto, menyoroti fenomena itu. Ia menyebut, sejumlah kampung menyampaikan usulan yang sama berulang kali dalam forum Musrenbang. Hal ini menunjukkan ada kebutuhan yang belum dipenuhi dan tak kunjung mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah.
“Sesuai dengan namanya saja, musyawarah. Jadi ya ini kita bahas, kita musyawarahkan apa yang memang dibutuhkan masyarakat sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan dan mengambil sikap,” kata Subroto.
Ia menegaskan, bila pemerintah daerah teliti dalam mencatat dan menindaklanjuti, maka pengulangan usulan tidak akan terjadi. Menurutnya, keengganan mendengar adalah pangkal dari stagnasi pembangunan yang selama ini terjadi.
“Sehingga ketika ada momen Musrenbang, hal tersebut diusulkan lagi. Kalau pemerintah benar-benar teliti, hal seperti ini tidak terjadi,” tambahnya.
Subroto menyadari bahwa tidak semua usulan bisa dieksekusi dalam satu tahun anggaran. Namun, ia menekankan pentingnya langkah konkret dan berorientasi pada kebutuhan riil warga, bukan pendekatan atas nama efisiensi semata.
Ia menyebut, pembangunan bertahap tak masalah, asalkan dilakukan berdasarkan skala prioritas yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. Sayangnya, keputusan pemerintah kadang justru berbeda arah.
“Kalau warga butuhnya A, ya diberikan A. Jangan ada ide memberi B, karena nanti tahun selanjutnya mereka akan kembali mengusulkan A,” ujarnya.
Menurutnya, pemerataan pembangunan tidak cukup dijanjikan dalam pidato atau rencana strategis. Ukuran sesungguhnya adalah sejauh mana suara warga kampung masuk dalam sistem dan dijadikan keputusan anggaran.
“Musrenbang bukan seremoni, tapi detak nadi pembangunan daerah,” pungkasnya. (Adv/DPRD Berau)