Benuanta.id – Pemerintah melaporkan kemajuan program peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replanting di tahun 2023. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, realisasi program tersebut mencapai 53.012 hektare (ha), naik 72,35 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 30.759 ha.
Airlangga juga menyebutkan bahwa pemerintah telah menyalurkan dana PSR sebesar Rp1,5 triliun kepada 21.020 pekebun sawit rakyat di tahun 2023. Dana tersebut merupakan bantuan untuk membantu pekebun mengganti tanaman sawit yang sudah tua dengan bibit unggul yang lebih produktif dan ramah lingkungan.
Namun, Airlangga mengakui bahwa program PSR masih menghadapi sejumlah kendala, terutama di sisi regulasi. Hal ini ia sampaikan dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (27/2).
“Salah satu yang menjadi kendala adalah di regulasi. Oleh karena itu, tadi diminta agar Kementan mengkaji peraturan Menteri Pertanian ini karena kebun rakyat tidak bisa di-replanting karena diminta dua hal. Satu, selain sertifikat, diminta juga rekomendasi dari KLHK,” ujar Airlangga dikutip Antara.
Menurut Airlangga, regulasi yang berbelit-belit tersebut menghambat proses penanaman kembali sawit rakyat yang menjadi salah satu target pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan kualitas produksi sawit nasional.
Dalam program PSR, pekebun sawit rakyat yang memiliki lahan maksimal empat ha dapat menerima dana bantuan sebesar Rp30 juta per ha di tahun pertama. Dana tersebut digunakan untuk biaya pembongkaran, pembelian bibit, dan penanaman.
Untuk tahun kedua dan seterusnya, pekebun dapat mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) dengan plafon maksimal Rp500 juta dan bunga enam persen per tahun. KUR ini dapat digunakan untuk biaya perawatan, tanaman sela, dan pendampingan hingga tanaman mulai berbuah.
Airlangga mengatakan bahwa pemerintah sedang mengusulkan kenaikan dana bantuan PSR menjadi Rp60 juta per ha. Alasannya, pekebun membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mengembangkan kebun mereka hingga menghasilkan.
“Kami juga usulkan kenaikan dana untuk replanting yang sekarang diberikan Rp30 juta itu untuk dinaikkan ke Rp60 juta. Kenapa harus dinaikkan ke Rp60 juta? Karena, dari hasil kajian naskah akademik dan juga dari hasil komunikasi dengan para pekebun, itu untuk replanting mereka baru bisa berbuah di tahun ke-4,” papar Airlangga.
Selain program PSR, Airlangga juga menyampaikan bahwa pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tengah mempersiapkan program beasiswa untuk mencetak sumber daya manusia kelapa sawit yang berkualitas dan berkelanjutan.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan pekebun, tenaga kerja, dan profesional di sektor kelapa sawit. Program ini juga diharapkan dapat menjawab tantangan industri dan prinsip keberlanjutan yang semakin ketat.
“Program beasiswa ini akan meliputi pendidikan formal, pelatihan, sertifikasi, dan magang di dalam dan luar negeri. Kami berharap program ini dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM kelapa sawit kita,” tutur Airlangga.
Terakhir, Airlangga menekankan pentingnya percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun rakyat. Ia mengatakan bahwa hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan sudah dikerjakan sejak tahun 2021.
“Namun, dilihat dari daftar yang sudah masuk, keluarannya masih sangat sedikit. Oleh karena itu, perlu ada percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun rakyat. Termasuk, untuk pembagian wilayah TORA-nya juga harus didorong,” pungkasnya.