Teror dan Tabu Sosial Merajalela di Bioskop Mei Ini

Redaksi

Teror dan Tabu Sosial Merajalela di Bioskop Mei Ini

BENUANTA – Bioskop Indonesia sepanjang Mei 2025 dipenuhi film-film yang tidak hanya menegangkan, tapi juga menyimpan tafsir sosial yang dalam. Dari kisah jin yang mengoyak rumah tangga, gosip seputar rahim perempuan, hingga pembantaian atas nama santet, layar lebar Indonesia bulan ini menjadi ruang ekspresi berbagai ketakutan kolektif masyarakat.

Menurut data dari laman resmi filmindonesia.id, ada lebih dari sepuluh film lokal yang dijadwalkan tayang sepanjang Mei ini. Meski bergenre beragam, mayoritas film membawa narasi tentang tekanan psikologis, trauma keluarga, dan tafsir spiritual atas konflik sosial.

Film Pembantaian Dukun Santet mengangkat tragedi kekerasan massal yang dipicu tuduhan gaib di sebuah pesantren. Satrio, santri muda, terjebak dalam pusaran konflik ketika masyarakat kehilangan kendali dan mulai memburu siapa saja yang dicurigai sebagai dukun.

Sementara itu, Dasim memperkenalkan jin penghancur rumah tangga yang menyelinap ke dalam kehidupan pasangan muda Salma dan Arman. Teror dalam rumah mereka dimulai saat suasana hati Salma memburuk selama kehamilan, membuka celah bagi makhluk gaib masuk dan mengacak-acak kedamaian keluarga.

Fenomena serupa muncul dalam Godaan Setan yang Terkutuk. Seorang ustaz harus merukiah keluarganya sendiri ketika istri dan anak-anaknya diganggu kekuatan gaib. Teror ini bukan sekadar gangguan, tapi juga ujian mental dan spiritual seorang kepala keluarga.

Tekanan sosial terhadap perempuan menjadi sorotan dalam Cocote Tonggo. Murni, yang menjual jamu kesuburan, justru menjadi bahan gunjingan karena kesulitan memiliki anak. Situasi memuncak ketika ia dan suaminya menemukan bayi terlantar dan memutuskan berpura-pura hamil agar terhindar dari stigma lingkungan.

Film Gundik juga menyelipkan narasi sosial dalam balutan horor mistik. Empat perampok mengincar rumah seorang gundik—wanita simpanan pejabat—tanpa tahu bahwa sosok tersebut adalah Sang Nyai, penguasa Pantai Selatan. Kisah pencurian pun berubah menjadi perjuangan melawan kekuatan tak kasat mata.

Di sisi lain, Waktu Maghrib 2 dan Dendam Malam Kelam menggali kembali luka masa lalu. Yang pertama meneruskan kisah teror Jin Ummu Sibyan, sementara yang kedua berkisah tentang Maya yang kembali ke kampung halaman untuk membuka misteri keluarga yang diselimuti trauma dan ketakutan.

Beberapa film lain seperti Tabayyun dan Mungkin Kita Perlu Waktu memilih jalur drama emosional. Keduanya menampilkan perempuan dan keluarga sebagai pusat narasi, dengan konflik yang menyentuh ranah psikologis: dari luka batin karena cinta, tekanan sebagai ibu tunggal, hingga hubungan orangtua-anak yang retak.

Bioskop Indonesia bulan ini menyajikan lebih dari sekadar tontonan. Film-film yang tayang justru membedah luka sosial yang selama ini mungkin enggan dibicarakan.

Bagikan:

Baca Juga