BENUANTA – Rencana penggabungan Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Berau ke Universitas Muhammadiyah Berau (UMB) memantik gejolak. Mahasiswa, akademisi, hingga alumni kampus pertanian tersebut menyuarakan penolakan. Mereka menilai keputusan itu mendadak dan minim penjelasan.
Merespons situasi tersebut, DPRD Berau turun tangan. Wakil Ketua Komisi I, Subroto, memimpin rapat pembahasan yang digelar Selasa (16/6/2025). Ia menyebut polemik ini muncul karena lemahnya komunikasi antara pihak kampus dan civitas akademika.
“Saya lihat ini kemungkinan ada penjelasan yang tidak disampaikan dengan baik oleh pejabat STIPER Berau ke mahasiswa dan alumni,” ujar Subroto.
Dari informasi yang dihimpun DPRD, rencana merger didorong oleh kekurangan tenaga dosen di STIPER. Namun bagi Subroto, alasan itu tidak cukup jika tidak disertai keterbukaan kepada publik kampus. Menurutnya, semua persoalan perlu diurai secara jernih sebelum keputusan strategis diambil.
“Kalau masalahnya benar-benar sudah diketahui, kita bisa sama-sama cari solusinya. Kami di DPRD Berau pasti siap mendampingi kalau memang ada masalah,” katanya.
Ia menambahkan, DPRD siap membantu proses komunikasi jika STIPER perlu menjalin koordinasi dengan pemerintah pusat, termasuk LLDIKTI maupun Kemendikbudristek. Yang penting, kata dia, kampus tidak menutup diri atas persoalan yang dihadapi.
“Jadi kami minta, kampus jangan tertutup dengan problematika yang dihadapi. Jika memang ada masalah, kita bahas sama-sama supaya permasalahannya bisa kita carikan jalan tengah,” tegas Subroto.
Sikap Pemkab Berau juga turut disampaikan dalam rapat itu. Staf Ahli Setkab Berau, Jaka Siswanta, menegaskan bahwa Pemkab tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang mendukung rencana merger. Ia menyatakan bahwa urusan perguruan tinggi merupakan kewenangan penuh pemerintah pusat.
“Ini bukan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, dikarenakan perguruan tinggi merupakan kewenangan pemerintah pusat,” tutupnya. (Adv/DPRD Berau)