Benuanta.id – Constitutional and Administrative Law Society (CALS) mengungkapkan kekhawatiran mereka atas dugaan hegemoni kekuasaan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+) dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024.
Menurut Herdiansyah Hamzah, salah satu anggota CALS, upaya ini dilakukan dengan mengabaikan dua putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan ambang batas partai politik dan syarat usia calon kepala daerah.
Herdiansyah menyoroti indikasi upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan koalisi pendukungnya untuk memanipulasi aturan Pilkada 2024 demi mendominasi sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta. Salah satu contohnya adalah dukungan terhadap putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang ingin mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah, meskipun belum memenuhi syarat usia.
“Upaya ini akan dilanjutkan melalui revisi UU Pilkada yang dapat mengabaikan batas konstitusional yang telah ditetapkan oleh MK,” ujar Herdiansyah, yang akrab disapa Castro, pada hari Rabu (21/8).
Ia menekankan bahwa perubahan aturan ini akan merugikan kompetisi politik yang adil dan menguntungkan KIM+ dalam Pilkada 2024. “Dalam Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan,” katanya.
Hal ini semakin membuka jalan bagi putra Presiden Jokowi untuk maju dalam Pilkada, meski syarat usia belum terpenuhi saat penetapan. Herdiansyah menegaskan bahwa tindakan ini mencerminkan pembangkangan konstitusi dan pamer kekuasaan yang berpotensi merusak demokrasi.
“Kami memperingatkan bahwa jika revisi UU Pilkada tetap dilanjutkan dengan mengabaikan putusan MK, maka masyarakat sipil siap melakukan perlawanan demi menjaga supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat,” tegasnya.
CALS, menurut Castro, menyerukan agar Presiden dan DPR segera menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi. “Namun, jika revisi ini terus berlanjut, masyarakat sipil akan siap memboikot Pilkada serentak sebagai bentuk perlawanan terhadap tirani dan autokrasi,” tutupnya.