BENUANTA – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Berau bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Satpol PP, Bagian Hukum Setda, serta perwakilan serikat pekerja dan DPP Banuanta Bersatu, berubah panas. Adu argumen mewarnai forum yang sejatinya digelar untuk mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Lokal.
RDP yang dipimpin Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto, awalnya ditujukan untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat soal minimnya tenaga kerja lokal yang terserap di perusahaan-perusahaan besar di wilayah Bumi Batiwakkal. Namun atmosfer mendidih ketika serikat pekerja secara lantang mengkritik kinerja legislatif dan eksekutif yang dinilai abai.
Pemerintah dinilai gagal menegakkan kewajiban perusahaan untuk merekrut minimal 80 persen tenaga kerja lokal. Kritik keras tersebut tidak dibantah. Sekretaris Komisi I DPRD Berau, Frans Lewi, justru mengakui kelalaian lembaganya.
“Kami akui ini karena lemahnya pengawasan kami,” kata Frans.
Frans mendorong pemerintah daerah segera menggelar pelatihan dan sertifikasi bagi tenaga kerja lokal, agar mereka mampu bersaing dengan pekerja luar daerah. Ia juga menyebut pelatihan sebagai syarat mutlak untuk memenuhi amanat Perda dan menjawab tuntutan perusahaan yang kerap berdalih soal kualitas SDM lokal.
Di tengah ketegangan, serikat pekerja menegaskan, tanpa komitmen politik yang kuat, regulasi hanyalah formalitas. Mereka meminta pengawasan diperketat, dan pelanggaran terhadap Perda segera ditindak tegas.
Frans berharap, hasil RDP ini menjadi catatan penting bagi semua pihak, khususnya DPRD yang tengah disorot. Ia menegaskan bahwa isu ketenagakerjaan akan tetap menjadi prioritas pengawasan dewan.
“Kami akan terus kawal agar putra-putri daerah tetap menjadi prioritas di dunia kerja,” tegasnya. (Adv/DPRD Berau)