BENUANTA – Keputusan sepihak sebuah perusahaan kelapa sawit di Berau untuk berhenti menggunakan kendaraan milik warga dalam operasionalnya memicu protes. Warga yang kehilangan sumber pendapatan mendatangi wakil rakyat untuk meminta kejelasan. Respons pun datang dari DPRD Berau.
Anggota Komisi II DPRD Berau, Sutami, menyesalkan langkah perusahaan yang dinilai mengabaikan komunikasi dengan masyarakat terdampak. Ia mengaku mendapat laporan bahwa pemutusan kerja sama dilakukan mendadak, tanpa pemberitahuan maupun masa transisi yang jelas.
“Informasi yang masuk, mereka (warga) diputus begitu saja. Padahal selama ini, kendaraan yang digunakan perusahaan diperoleh warga dengan cara kredit,” tegas Sutami.
Kondisi itu, lanjutnya, berisiko menambah beban ekonomi masyarakat. Pasalnya, banyak kendaraan yang dibeli warga dengan cicilan demi menunjang kegiatan angkut hasil sawit. Tanpa kerja sama dengan perusahaan, kendaraan itu tak lagi bisa difungsikan.
Perusahaan beralasan kebijakan itu ditempuh demi efisiensi, dengan mengganti armada warga yang berkapasitas kecil dengan kendaraan perusahaan yang lebih besar. Namun menurut Sutami, alasan itu tak sepenuhnya bisa diterima.
“Kalau jarak tempuh tidak terlalu jauh, kenapa harus pakai mobil besar. Jika alasannya memang efisiensi, pergantian kendaraan harus dilakukan dengan bijak. Bukannya asal ganti,” ujarnya.
Ia mengingatkan pentingnya komitmen perusahaan untuk tetap melibatkan potensi lokal dalam kegiatan usaha, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan TBP yang tetap memakai jasa angkut kendaraan milik masyarakat hingga saat ini.
“Ini harusnya jadi contoh, kalau TBP saja masih bisa, perusahaan lain harusnya masih bisa juga,” tandasnya.
DPRD pun membuka ruang dialog bagi warga dan perusahaan agar persoalan ini tak berlarut. Menurut Sutami, tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya tak diabaikan dalam nama efisiensi. (Adv/DPRD Berau)