BENUANTA – Lonjakan jumlah penduduk di Kabupaten Berau membuka kembali wacana penambahan kursi DPRD. Komposisi wakil rakyat yang kini berjumlah 30 orang, berpotensi bertambah menjadi 35 kursi pada Pemilu 2029.
Usulan ini bukan hal baru. Sejak 2023, wacana itu sudah sempat dibahas. Namun menjelang Pemilu dan Pilkada 2024, pembahasannya tenggelam oleh hiruk-pikuk agenda nasional. Kini, dengan data kependudukan yang menunjukkan tren peningkatan tajam, gagasan tersebut kembali mencuat.
Merujuk PKPU Nomor 6 Tahun 2022, kabupaten dengan jumlah penduduk antara 300–400 ribu jiwa berhak mendapat alokasi 35 kursi legislatif. Berdasarkan data Disdukcapil, penduduk Berau pada akhir 2024 tercatat sebanyak 299.035 jiwa. Jika tren ini berlanjut, jumlah itu akan melampaui batas minimal untuk kenaikan kursi.
DPRD Berau menyambut peluang itu. Peningkatan jumlah warga yang tercatat sebagai penduduk tetap Berau, dinilai menjadi alasan konstitusional untuk menambah representasi politik di parlemen lokal.
“Tentu ini berdasarkan pertumbuhan penduduk,” ujar Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto.
Ia menyebut, perubahan jumlah kursi akan langsung berdampak pada distribusi daerah pemilihan (dapil). Saat ini, kursi terbagi dalam empat dapil dengan komposisi 8-9-7-6. Bila jumlah bertambah, KPU wajib merumuskan ulang proporsi tersebut untuk Pemilu 2029.
“Ini agenda penting karena berpengaruh terhadap arah politik daerah,” tegasnya.
KPU Berau menyatakan bahwa secara aturan, penataan ulang dapil dan kursi memang dimungkinkan. Namun, keputusan final akan bergantung pada data sebaran penduduk di tiap kecamatan dan kampung yang akan dikaji menjelang 2028.
“Skema ini ada sesuai dengan perundangan,” terang Ketua KPU Berau, Budi Harianto.
Ia menyebut, proses penentuan jumlah kursi tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu, di mana alokasi kursi disesuaikan dengan jumlah penduduk berdasarkan pemutakhiran data dari Disdukcapil.
Sementara itu, tren pertumbuhan penduduk Berau terus menanjak. Kepala Disdukcapil Berau, David Pamuji, menyatakan bahwa pada akhir 2025, jumlah penduduk diproyeksikan mencapai 307.885 jiwa, dan pada 2029 bisa melonjak hingga 412 ribu jiwa.
Pertumbuhan ini bukan hanya karena kelahiran dan migrasi alami, tapi juga karena semakin mudahnya proses perekaman dan pencetakan KTP di wilayah kampung. Disdukcapil telah menyediakan fasilitas tersebut di tiap kecamatan.
“Kami sudah siapkan fasilitas perekaman di kecamatan,” ucap David.
Ia juga menyoroti pola khas dalam setiap musim politik lokal: lonjakan perekaman KTP. Banyak partai politik, menurutnya, aktif mendampingi warga pendatang agar segera mengurus administrasi kependudukan.
Mayoritas pendatang tercatat sebagai buruh perusahaan sawit dari luar daerah. Kehadiran mereka, jika tercatat secara administratif, bisa memengaruhi alokasi kursi dan peta politik lokal.
“Ini dampak positif yang dapat dilihat sebagai ketertiban pencatatan penduduk,” katanya.
Namun lebih dari sekadar statistik, lonjakan jumlah penduduk kini menjadi variabel strategis dalam perhitungan kekuasaan. KTP tak lagi hanya soal identitas, tapi juga soal siapa yang berhak bicara—dan siapa yang punya kursi. (*)