Benuanta – Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) meminta pemerintah untuk menetapkan Wilayah Kepabeanan Ship To Ship (STS) Muara Jawa sebagai kawasan wilayah kepabeanan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi buruh bongkar muat di sana.
STS Muara Jawa adalah lokasi alih muat atau bongkar muat kargo ekspor, khususnya batubara, di perairan Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Menurut Ketua APBMI Kuala Samboja Loeis Subowo Saminanto, STS Muara Jawa sudah beroperasi sejak 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (KM) Nomor 135.
Namun, hingga saat ini, STS Muara Jawa belum ditetapkan sebagai kawasan pabean, sehingga kegiatan bea cukai di wilayah tersebut masih abu-abu. Padahal, STS Muara Jawa merupakan wilayah pesisir yang padat akan aktivitas impor dan ekspor, terutama oleh kapal-kapal asing.
“Meski telah ada peraturan yang menaungi, bea cukai di wilayah ini masih abu-abu. Sehingga buruh tidak merasakan secara optimal manfaatnya,” kata Loeis kepada tempo.co, Senin, 29 Januari 2024.
Loeis mengatakan, APBMI sebagai pelaku usaha dan pengguna jasa di STS Muara Jawa terus mendorong agar wilayah tersebut memiliki wilayah kepabeanan sendiri. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 188 yang mengatur tentang wilayah kerja bea cukai.
APBMI berharap STS Muara Jawa memiliki wilayah kepabeanan sendiri

“Karenanya APBMI sebagai pelaku usaha dan pengguna jasa di sana mendorong terus STS Muara Jawa memiliki wilayah kepabeanan sendiri,” ujar Loeis.
Loeis menambahkan, dengan adanya wilayah kepabeanan sendiri, buruh bongkar muat di STS Muara Jawa akan mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan yang lebih baik. Saat ini, ada sekitar 875 buruh bongkar muat yang bernaung di koperasi PKBM Karya Sejahtera yang menggantungkan penghasilan mereka di pelabuhan itu.
Pada 2019, buruh mendapatkan sekitar 60 kapal per tahun. Saat ini dengan banyaknya kapal yang bertengger di pelabuhan itu, buruh bisa mencapai 40 kapal per bulan.
“Angka penghasilan ini sangat berdampak terhadap masyarakat pesisir Kukar,” imbuh Loeis.
Selain itu, Loeis juga mengungkapkan bahwa kegiatan bongkar muat ship supply di STS Muara Jawa sangat menguntungkan negara. Pasalnya, dari setiap kapal yang melakukan alih muat, negara bisa mendapatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) jasa alat sebesar 20 persen.
Bila setiap kapal menggunakan stevedoring, negara bisa mendapatkan Rp37 juta, beserta plotting crane yang saat digunakan bisa mendapat sampai ratusan juta.
Secara hitungan, Loeis menyebut dengan 40 kapal per bulan, puluhan miliar rupiah sangat menguntungkan negara. Namun, buruh tidak merasakannya secara optimal.
“Kami mempertimbangkan masyarakat pesisir yang menggantungkan nasib ekonomi di situ. Patut diingat, wilayah pesisir dan lautan di sini masuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Ini adalah tanggung jawab pemerintahan untuk menghadirkan kepabeanan di tempat kami,” tegas Loeis.